21.4 C
Indonesia
Rabu, Juli 3, 2024
spot_img

Ahmad Syafi’i Ma’arif: Mendidik Bangsa Sampai Akhir Usia

Oleh: Wahjudi Djaja*

Luas cakrawala dan pergaulan, teguh pendirian, dan tiada henti menyodorkan pemikiran kritis, nampaknya tak bisa lepas dari sosok Ahmad Syafi’i Ma’arif (31 Mei 1935 – 27 Mei 2022). Abdurrahman Wahid (Gur Dur) pernah menjulukinya Pendekar Chicago–bersama Nurcholish Madjid dan Amien Rais–merujuk pada daya dobrak ketiganya pada perjuangan dan dakwah Islam.

Tiga Titik Kisar dengan Buya

Jumat (27 Mei 2022) tokoh besar–dalam pemikiran dan pergerakan namun tetap berpola hidup bersahaja ini–telah dipanggil kembali oleh-Nya. Ada tiga momen penting perjumpaan saya dengan beliau yang sangat membekas.

Pertama, pada pertengan Juli 1998 di Gedung Dakwah “Shierad” Klaten. Saat itu Buya harus menggantikan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amien Rais yang “dihibahkan” Muhammadiyah untuk berkiprah lebih luas bagi bangsa dan negara dengan mendirikan partai politik. Sidang Tanwir di Semarang pada 5-7 Juli 1998 merelakan Amien untuk melepas jabatan Ketua PP Muhammadiyah. Selain berkisah tentang hiruk pikuk gerakan Reformasi, ada kata Buya yang saya ingat saat itu, “Dari yang paling hijau sampai yang paling merah ada di Klaten”. Hijau merujuk pada Islam, merah pada nasionalis. Sepengetahuan saya, itu pertama kali Buya menyebut Amien sebagai, “Orang yang urat takutnya telah putus”.

Kedua, pada tahun 2010. Saya membantu Muhammad Nursam, sejarawan muda UGM di Penerbit Ombak. Lokasi kantor di Nogotirto, Gamping, Sleman, dekat dengan rumah Buya. Hampir tiap pagi beliau jalan kaki di sekitar Nogotirto, lalu singgah di Ombak untuk sekedar membaca koran atau berdiskusi bertiga. Jika banyak yang bersaksi tentang kesederhanaan sikap hidup beliau, saya termasuk yang sering melihatnya. Kepedulian, kalau tak bisa disebut keberpihakan, pada kelompok minoritas sudah jelas terlihat saat itu. Saat peresmian rumah baru Nursam di belakang Ombak, banyak warga perumahan Nogotirto yang hadir. Beliau diminta memberikan pengajian, namun secara halus ditolaknya. Kesempatan diberikan kepada salah satu ustad yang lebih muda dan hadir dalam acara itu. Sebuah kesederhanaan dan laku hidup yang sangat menyentuh. Kini, kedua sejarawan itu insyaAllah telah damai bahagia di keabadian, aamiin.

Ketiga, pada Mei tahun 2013. Kebetulan saya jadi Ketua Panitia Pelaksana Peringatan Reformasi di Gedung Purna Budaya (PKKH UGM) yang kini telah dirobohkan. Saya mengontak beberapa tokoh di Yogyakarta untuk berbagi kisah tentang gerakan reformasi mengingat, menurut saya, masih berselimut misteri. Saya datangi Prof Ichlasul Amal, Prof Amien Rais, Bang Revrisond Baswir, Prof Djoko Surjo. “Sudahlah Mas Yudi, biar jadi catatan saya saja”, kata Prof Amal di rumahnya didampingi istrinya. “Biar Amien saja yang bicara, saya tak usah”, kata Buya di rumahnya. Amien pun tak bersedia menjadi pembicara. Akhirnya hanya dua pembicara terakhir yang bersedia. Kita paham bagaimana dinamika hubungan kedua tokoh teras Muhammadiyah ini. Bisa saling berdebat, gebrak meja tetapi tak pernah masuk pada ranah pribadi.

Sebagai alumni Jurusan Sejarah UGM tanpa perlu disuruh saya seperti mempunyai kewajiban moral untuk ikut membuka tirai sejarah. Tapi jujur saja, itu tak mudah. Itulah kenapa, menurut saya, ada distorsi disana sini terkait gerakan reformasi. Tapi itupun tak masalah, bukan? Dengan momen yang dekat saja kita terbatas untuk memahaminya, apalagi yang rentang waktunya lintas generasi atau beratus tahun lebih.

Pesan Peradaban

Upaya untuk membuka tirai itu coba saya angkat lagi dengan menemui Prof. Sjafri Sairin saat Buya wafat. Saya wawancarai beliau di Masjid Gede Kauman, di samping jenazah Buya:
Saya telah terjalin komunikasi dengan dia sejak 1968. Sosok yang berpikir jernih. Dia bisa mengontrol gerakan-gerakan yang kurang menguntungkan Muhammadiyah. Keteguhan dia dalam memelihara Muhammadiyah dari politik itu kuat sekali. Dan itu, menurut saya, sedikit banyak mempengaruhi Muhammadiyah”,

Sementara biarlah kusimpan dalam memori dan dokumen. Kelak, insyaAllah bisa saya tulis sebagai penghormatan untuk beliau-beliau yang sangat saya hormati.

Yang penting dicatat adalah keseriusan Buya Syafi’i dalam memikirkan nasib bangsa, yang kadang, berseberangan dengan berbagai pihak termasuk Muhammadiyah. Salah satu keseriusan beliau bisa dilacak dari beragam tulisan, termasuk kolom Resonansi di Harian Republika. Pa adanya, kritis, tajam tetapi mengalir ringan sehingga mudah dicerna.

Kegelisahan Buya pada defisit negarawan dan surplus penguasa yang kian serakah dan mengabaikan etika dan kepatutan ditulis di Republika (23/2/2013):
Bila kita pasangkan peribahasa ini pada kelakuan seorang perwira tinggi Polri yang punya rumah sekian banyak, uang simpanan ratusan miliar, bini yang bertebaran di berbagai kota, maka ungkapan “meneguk air laut” sungguh tepat mengenai sasaran.
Air laut jika diminum tidak akan menghilangkan dahaga. Bahkan semakin diminum, kerongkongan semakin terasa kering, karena airnya asin. Jika seseorang tak punya visi moral yang jelas dan tajam dalam hidup, nafsu memburu harta, kekuasaan, dan kesenangan duniawi tidak akan pernah terpuaskan sampai malaikat maut merenggut nyawanya. Makna ungkapan dalam ayat pertama dan kedua surat al-Takâstur: “Kamu telah dilengahkan oleh [nafsu] bermegah-megah. Sampai kamu mendatangi kubur.” Bermegah-megah dengan uang miliaran, rumah di berbagai kota, dan bini yang banyak, adalah di antara sasaran strategis yang dibidik oleh firman itu.

Mendasarkan sikap dan pendirian, lalu merangkainya dalam kalimat yang kuat, fokus pada jantung permasalahan. Demikianlah beragam tulisan dan ceramah Buya kita baca dan simak. Formula yang ditawarkan Buya agar bangsa ini–sesuai frasa yang sering beliau sampaikan–siuman dari tidur panjangnya, ditulis dalam Resonansi (22/4/2014):
Judul Resonansi ini adalah “Kembali ke Dasar.” Maksudnya sudah terang benderang, yaitu jadikan Pembukaan dan pasal 33 UUD 1945 sebagai pedoman utama dalam membangun bangsa dan negara. Di luar itu, sama artinya dengan menyerahkan leher bangsa ini kepada pihak asing untuk terus digorok, baik langsung, mau pun melalui agen-agen Londo Ireng dengan mentalitas jongos.

Sampai akhir hayat Buya masih tetap memikirkan dan mendidik bangsanya. Bukan hanya dengan ucapan dan tulisan, tetapi–ini yang khas dari karakter beliau–berlaku hidup sederhana tanpa canggung atau kesan dibuat-buat.

Pesan menyentuh pernah beliau sampaikan melalui tulisan tentang pentingnya memberikan landasan moral yang benar dan kuat sejak dalam pernikahan. Pada Resonansi (17/2/2009) beliau terpukau dengan khutbah pernikahan yang disampaikan koleganya, Rektor UNY, Prof Suyanto:
Ananda! Bila kelak biduk rumah tangga bertubrukan dengan benteng karang kehidupan, bila impian remaja telah berganti menjadi kenyataan yang pahit, bila bukit-bukit harapan digoncang gempa cobaan, segenap keluarga ingin melihat Ananda teguh di samping suami. Istri atau suami akan tetap tersenyum walaupun langit makin mendung.
Pada saat seperti itu, tidak ada yang paling menyejukkan suami selain melihat pemandangan yang mengharukan. Ia bangun di malam hari. Didapatinya Ananda tidak di sampingnya.
Kemudian, ia dengar suara wanita bersujud, suaranya gemetar, ia sedang memohon agar Allah menganugerahkan pertolongan bagi suaminya.
Pada saat seperti itu, suami Ananda akan menegakkan tangan ke langit, bersamaan dengan tetesan air matanya.
Ia berdoa: Ya Allah! Kurniakan kepada kami istri dan keturunan yang menentramkan hati kami dan jadikanlah kami penghulu orang-orang yang takwa“.

Saat hidup penuh ketakpastian, saat etika moralitas diterjang ambisi kehidupan, saat keluarga-keluarga hancur berantakan, tidak tersentuhkah kita dengan tulisan Buya? Keluarga adalah pilar negara, bijak jika kita membentenginya (kembali) dengan kesadaran dan laku utama. Semoga pesan-pesan peradaban dan pendidikan Buya senantiasa bisa kita camkan dan kerjakan serta menjadi ladang pahala tak berkesudahan bagi beliau.
Alfatihah untuk Buya Syafi’i…

Ksatrian Sendaren, 27 Mei 2024
*Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagama)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

SOSMED MABUR.CO

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Latest Articles