19.4 C
Indonesia
Minggu, Juni 16, 2024
spot_img

Prasasti Samirana

Oleh: Ancah Yosi Cahyono*

Ini adalah post ke sekian kalinya mengenai objek foto yang sama di sini. Dan, karena susahnya mencari literasi yang tepat dari beberapa post dahulu hanya sepenggal-sepenggal uraian yang disampaikan. Dan ini mungkin bisa melengkapi kekosongan keterangan sebelumnya.

Prasasti Samirana ditemukan di pinggir kolam, yang mulai mengering di Desa Samirana Kec. Getas Kabupaten Semarang. Waktu itu prasasti ini sempat dipindah ke Salatiga, mamun kemudian dibawa lagi ke tempatnya. Hal ini dikarenakan setelah prasasti dipindah kolammya benar-benar kering dan masyarakat percaya itu akibat “perginya” sang Prasasti.

Prasasti Samirana berbentuk segitiga tidak sempurna, dengan tinggi 30cm dan alas 43 cm. Pada bagian atas arau ujung segitiga terdapat ukiran phalus tegak yang digambarkan secara jelas tanpa tadeng aling-aling lagi. Di dalamnya terpahat pula tiga baris aksara. Aksara tsb dibaca oleh Boechari sbb:

Ri saka / pada tahun saka
1370 / 1370
Nir wiku bakriti lmah / hilang (tapa) pendeta mengerjakan tanah

Dari isi terjemahan tsb dapat diketahui bila prasasti Samirana memuat angka tahun 1370S atau 1448 M. Angka tahun tsb diulang pada sengkalan Nir Wiku Bakriti Lmah yang dibaca 1370 (nir: 0, Wiku: 7, Bakriti: 3, Lmah: 1).

Menurut Soekarto gambar phalus tegak dalam prasasti Samirana melambangkan “Uddhwareta” yaitu sikap siap untuk memancarkan air mani (Soekarto: 1981), kata uddhwa memiliki arti tegak, sedang reta berarti mani. Hal ini bertambah jelas karena bagian “linggagra” atau pangkal lingga (baca: ndog’e) digambarkan secara nyata. Reta dalam masyarakat Jawa juga melambangkan tirtha (air penghidupan/banyu panguripan/sumber hidup).

Dengan begitu phlaus di atas mengandung makna kesuburan. Terlebih posisi prasasti yang berada di pinggir kolam dan penduduk percaya bila prasasti ini dipindahkan akan menyebabkan keringnya kolam.

Gambar atau arca dengan phalus tegak juga ditemukan di berbagai tempat, di antaranya Candi Sukuh, Cetha, Situs Gaprang, Pura Pusering Jagad Bali. Phalus juga sering kali di identikkan dengan pemujaan dewa Siwa di masa Klasik.

Sengkalan yang terdapat di prasasti juga menarik untuk dibahas lebih dalam. Sengkalan seringkali juga memuat peristiwa tertentu yang terjadi di saat itu (Soekarto: 1981). Nir wiku berarti tanpa pendeta atau bisa juga diartikan hilang kependetaannya, atau seorang pendeta yang hanya mementingkan soal kama (cinta). Namun mungkin juga malah sebaliknya, seorang pendeta yang telah mampu mengatasi segala macam nafsu di dunia.

Prasasti Samirana menjadi menarik, bukan hanya sebagai bukti apabila di wilayah Getas dahulu telah ada komunitas atau kelompok orang yang menghuninya. Namun terjaganya kepercayaan tradisi hilang kesuburan seiring hilangnya prasasti. Kini Prasasti Samirana telah disimpan di Kantor BPCB Jateng, bagaimana nasib Kolam Samirana tsb?

*Praktisi Percandian, anggota Komunitas Kandang Kebo

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

SOSMED MABUR.CO

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Latest Articles