21.4 C
Indonesia
Sabtu, Juni 22, 2024
spot_img

Buaya Darat: Denotasi dan Konotasi Serta Makian dan Umpatan Kasar Menggunakan Nama Binatang

Oleh: Achmad Charris Zubair*

Binatang sesungguhnya tak mampu memberi nama dirinya sendiri. Manusialah yang memberikan julukan dan nama dengan bahasa manusia. Kita mengenal kucing, anjing, ayam, merpati, gajah dan seabreg nama yang lain, tidak dibuat oleh binatang yang bersangkutan. Manusialah yang menerapkan nama dan julukan kepada masing-masing jenis binatang.

Pada mulanya nama binatang itu “netral” sebagaimana nama yang diterapkan sebagai penanda apapun, siapapun. Cebong adalah jenis binatang yang kelak akan bermetamorfosa menjadi katak. Kampret adalah binatang yang suka keluar malam untuk mencari makan.

Julukan netral tersebut menjadi kata yang nyaris sebagai kesinisan yang ditujukan pada pihak yang berseberangan pada kontestasi politik Indonesia yang lalu.

Merpati setia pada pasangan, manusia banyak yang selingkuh. Tidak hanya merpati, tidak ada binatang yang membunuh pasangannya seperti polisi wanita yang membakar suaminya belum lama ini. Apapun alasannya.

Ular tidak serakah, kalau kenyang diam, manusia ambisius dan banyak yang tamak. Harimau tidak pernah membunuh spesiesnya, manusia tega membunuh sesama. Anjing setia dan tahu mana kawan serta lawan, manusia sering menohok kawan seiring.

Kita saling memaki kompetitor politik kita dengan sebutan “kecebong” dan “kadal gurun”

Monyet sayang dengan anak-anaknya, banyak manusia yang kejam dan keji terhadap anak sendiri.

Kata makian dengan menggunakan nama hewan harus diganti dengan julukan manusia yang tak beradab tak bermoral. Manusia melakukan kejahatan yang binatang tidak sanggup melakukannya!

Termasuk menggunakan nama hewan yang sesungguhnya tak bersalah untuk mengumpat sesama manusia yang lain. Bahkan anjing, monyet, babi sudah lama menjadi kata umpatan di kalangan manusia. Walaupun ada nama binatang yang digunakan secara lebih “positif”.

Misalnya merak untuk keanggunan, merpati untuk kesetiaan, kancil untuk kecerdikan, rajawali untuk keberanian dan lain sebagainya.

Kita seringkali tidak tahu dan tidak mau tahu alasan manusia mengubah makna dari nama binatang yang secara denotatif netral menjadi berkonotasi sesuai hasrat manusia. Sebab perilaku binatang pada dasarnya alamiah naluriah, tidak terikat kriteria benar-salah baik-buruk.

Termasuk mengapa nama “buaya” sering dipakai untuk julukan manusia laki laki yang suka memper”main”kan perempuan. Padahal aslinya binatang buaya jantan setia pada pasangan bahkan sangat melindungi komunitas spesiesnya yang di dalamnya ada buaya betina.

Kalau ada gelar makhluk paling aneh dan absurd di kehidupan ini, saya pikir ya kita kita ini, MANUSIA, yang selalu merasa sebagai makhluk termulia di alam.

*Budayawan Kotegede

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

SOSMED MABUR.CO

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Latest Articles