21.4 C
Indonesia
Sabtu, Juni 22, 2024
spot_img

John F Kennedy, Soekarno dan Kehangatan Perang Dingin

Oleh: Wahjudi Djaja*

Bila harus menceritakan kepiawaian dan kepeloporan pemimpin dunia dalam mendinakisasi Perang Dingin, dua tokoh ini layak diangkat. Presiden AS John F Kennedy (29 Mei 1917 – 22 Nopember 1963) dan Presiden Indonesia Soekarno (6 Juni 1901 – 21 Juni 1970). Sama-sama ganteng, menjadi presiden di usia muda, kharismatik, cerdas, flamboyan dan taktis memanfaatkan momentum, tetapi juga sama-sama berakhir dengan tragis. Kennedy mati tertembak, Bung Karno–yang berulang kali hendak dibunuh–meninggal dalam status tahanan rumah.

Hanya Kennedy, kata Bung Karno suatu saat sambil membandingkan presiden AS lainnya, yang bisa memahaminya dengan mendekati secara langsung secara hangat. Bung Karno punya cerita, betapa marah dia saat berkunjung ke AS dan hanya disambut pejabat Kementerian Luar Negeri dan bukan Presiden Eisenhower. Bung Karno pertama kali berkunjung ke AS pada 16 Mei 1956. Namanya mendunia usai berhasil memimpin bangsa-bangsa Asia dan Afrika menggelar konferensi di Bandung pada 1955. Dasasila Bandung menghadang praktik kolonialisme di muka bumi. Di AS, pidatonya memukau, kehadirannya disambut meriah di setiap tempat yang dikunjungi. Wajahnya menghiasai halaman surat kabar AS selama berhari-hari.

Kennedy menyambut kehadiran Bung Karno di Andrews Air Force Base, Maryland pada 24 April 1961. Diskusi keduanya seputar kebijakan Indonesia yang menginginkan Irian Barat dan kecenderungan Indonesia lebih condong ke komunis (Cina). Ketika AS kemudian masih menimbang hubungan baiknya dengan Belanda, dan Belanda makin berani memprovokasi Irian Barat, Bung Karno menghadang dengan tiga langkah. Memobilisasi dukungan negara-negara anggota Gerakan Non Blok dalam konferensi di Beograd September 1961, meminta bantuan persenjataan dari Uni Soviat dan menggelar rapat raksasa pada 19 Desember 1961 di Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta. Bung Karno menyampaikan pidato legendaris, Trikora: Gagalkan negara boneka Papua, Kibarkan bendera Sang Saka Merah Putih di Papua, dan Siapkan diri untuk mobilisasi umum.

Bung Karno usai diajai Kennedy melihat Capital dengan helikopter (Foto: Koran Sulindo)

Begitulah Bung Karno. Soal kedaulatan dan kehormatan bangsa, tak pernah bisa ditolelir. Dia tak canggung meski menyampaikannya di podium kenegaraan AS. Dan sikap itu amat dihormati oleh Kennedy yang menganggapnya seorang nasionalis. Banyak latar belakang kenapa Bung Karno berkunjung ke AS dan menemui Kennedy. Satu diantaranya adalah terkait keterlibatan CIA dalam gerakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) hingga pesawat yang dipiloti warga AS, Allen Lawrence Pope, jatuh ditembak TNI di Maluku pada 18 Mei 1958. Negosiasi kedua tokoh akhirnya berujung bantuan Kennedy kepada Indonesia (10 Hercules tipe B, pembangunan jalan bypass dari Cawang ke Tanjung Priok, helikopter kepresidenan Bell-47 J2A Roger.

Maka betapa kaget dan marah Bung Karno begitu mendengar Kennedy–sahabat baiknya yang ia sebut progresif–tewas tertembak pada 22 Nopember 1963. Ia sudah memerintahkan Ir Sutami dan Darsono untuk membuat gedung khusus di Istana Negara bagi Kennedy yang rencananya hendak berkunjung ke Indonesia pada Mei 1964. Wisma Negara itu selesai dibangun 1964 dan yang pertama kali menempati adalah Kepala Negara Kamboja Pangeran Norodom Sihanouk.

Dua tahun setelah tewasnya Kennedy, Bung Karno harus menghadapi prahara 1965. Apa yang dulu diingatkan Kennedy agar Bung Karno berhati-hati menghadapi Cina seolah menjadi kenyataan. Prahara itu bukan hanya membuka jalan bagi meletusnya perang saudara tetapi juga menjadi titik awal terjadinya delegitimasi kekuasaan Soekarno. Kini keduanya sudah berada di keabadian.

Seperti halnya Bung Karno, Kennedy juga dikenal dengan kepiawaiannya merangkai kata-kata yang kemudian menjadi motivasi bagi pembacanya. Salah satunya, “Sejarah merupakan seorang tuan yang tidak memiliki belas kasihan. Ia tidak memiliki apa pun di hari ini, hanya masa lalu yang bergerak cepat menuju masa depan. Siapa yang mencoba berpegangan erat pada hal itu akan tersingkir”.

(Dari berbagai sumber)

Ksatrian Sendaren, 29 Mei 2024
*Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagama)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

SOSMED MABUR.CO

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Latest Articles