21.4 C
Indonesia
Sabtu, Juni 22, 2024
spot_img

Konsolidasi Humaniora Tandai Pementasan “The Wounded Cuts”

Sebuah pementasan teater tari bertajuk The Wounded Cuts akan digelar di Rumah Banjarsari, Jl Syamsurizal, Surakarta, pada Sabtu 22 Juni 2024, pukul 20.00 WIB. Naskah ini telah banyak dimainkan oleh mahasiswa seni maupun berbagai kelompok seni di Yogyakarta, Sala, Surabaya, Bali, dan Bandung. Pementasan kali ini ditandai konsolidasi humaniora.

Terkait proses kreatif lahirnya “The Wounded Cuts”, pada 1991 Whani Darmawan menulis sebuah lakon berjudul ‘Luka-luka Yang Terluka.’ Luka-luka Yang Terluka ini bercerita tentang dua sosok dalam naskah tersebut bernama Mak Gerabik dan Mak Gerabuk, yang berprofesi sebagai penarik gerobak sampah. Naskah yang ditulis oleh aktor Pemenang Piala Citra 2019 Kategori The Best Suporting Actor ini, bukanlah naskah realis linier.

Naskah ini bergaya absurd dengan penulisan dialog model aforisme, melompat dari satu nilai ke nilai lainnya. Jika dicermati intisari dari cerita ini adalah soal refleksi pencarian jatidiri dan identitas manusia sejak di masa tercipta secara spiritual hingga memasuki dunia sosiomaterial yang saling tarik menarik dengan paradigma spiritualitas itu sendiri.

Citraan pikiran penulis melalui kalimat-kalimat dua tokoh tersebut sangat terasa sekali. Secara singkat boleh dikatakan bahwa Luka-luka Yang Terluka ini adalah sandiwara aforistik dengan menampilkan tokoh tanpa karakter dalam pemahaman dramaturgis yang linier. Tokoh hadir sebagai titipan wacana penulisnya.

Yang menarik dari lakon Luka-luka Yang terluka ini terletak pada permenungan kalimat-kalimatnya, eksplorasi bentuk dan iramanya. Justru karena keunikan lakon ini, ia bisa dibebaskan dari pemaknaan tunggal (open-interpretable).

Langkah awal pementasan di Solo ini dimulai pada April 2024. Whani Darmawan, Danang Pamungkas dan Galuh bertemu kemudian memantikkan ide untuk mengalihwahanakan teks tersebut melalui tubuh tari. Mulai saat itulah The Wounded Cuts dance theatre version berproses dan diproduksi oleh Rumah Banjarsari.

Proses alih wahana teks ke dalam tubuh teater tari menjadi bagian penting pementasan. Sebagai sutradara Whani Darmawan melakukan brainstorming dengan para penari dan seluruh crew artistik yang terlibat untuk mengetahui intisari yang terjadi pada naskah tersebut (reinterpretasi). Dirumuskan dalam part per part (bagian perbagian), kemudian diujicobakan lewat eksplorasi melalui tubuh tari, bunyi (musik), video dan vokal (suara pemain) semua mengacu pada dasar reinterpretasi yang baru tersebut. Seluruh elemen artistik yang ada itu ditata sedemikian rupa menjadi jalinan artistik yang teateral, harmoni, saling melengkapi, saling menguatkan.

Sebagai catatan pada 1998 naskah ini disajikan menjadi sebuah buku analisa dan jejak perkembangan lakon oleh Eko “Ompong” Santosa dan diterbitkan Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Daerah Istimewa Yogyakarta dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Lakonnya pun mengalami transformasi bahasa, sehingga judulnya menjadi “The Wounded Cuts”.

Judul versi Inggris inilah yang kemudian dipakai sebagai tajuk pementasan pada 22 Juni 2024. Secara keseluruhan penerjemahan dilakukan oleh Abdi Karya, sedang lakon oleh aktor Singapura Rafaat Haji Hamzah. Pada tahun diterbitkannya buku tersebut, bersamaan itu pula untuk pertama kali Whani Darmawan memainkan naskahnya tersebut di Singapura, berduet dengan aktor Singapura, Rafaat Haji Hamzah.

Pada pementasan di Rumah Banjarsari, formasi artistik meliputi Sutradara Whani Darmawan, penari Danang Pamungkas dan Dewi Galuh Sinta Sari, ilustrasi musik Rio Murti dan Iwan Karak, video kreatif Satrio Panji, lighting Surakartans Lighting & Art Kleb, dan Direktur Artistik oleh Yayan Zanudhimas. Pimpinan produksi oleh Direktur Rumah Banjarsari, Zen Zulkarnaen sedang manajemen administratif oleh Gita Prabawitha dan Fajar Prastiyani.

 

Terkait rangkaian pementasan, manajemen Rumah Banjarsari melakukan terobosan. “Konsolidasi humaniora” dilakukan pimpinan produksi Zen Zulkarnaen dengan menggelar Teras Publik di pelataran Rumah Banjarsari pada pra pementasan. Selain agar seni tak hanya bermakna artistik, Teras Publik dimeriahkan dengan menggelar berbagai karya seni yang diharapkan terjadi interaktif antara kreator dengan kreator, antara kreator dan komunikannya. Acara Teras Publik berlangsung dari 16.00-22.00 dengan catatan off sound pada saat pemeentasan teater berlangsung.

Teras Publik akan diisi antara lain oleh Lila Noviastantri (lahir di Yogyakarta, 20 November). Lila adalah seorang penulis muda. Pada tahun 2019 mengeluarkan sebuah buku berjudul 55281: Sebuah Antologi, yang berisi 12 cerita pendek hasil dari perjalanan-perjalanan kecilnya. Selain menulis dan belajar menarikan tari Jawa klasik, Lila senang bepergian di alam serta menikmati perjalanan di kota-kota kecil. Sementara ini tinggal di Jakarta dan Yogyakarta serta dapat dihubungi melalui surat elektronik di: [email protected] dan di Instagram: @lila_noviastantri.

Trio Bekicot, sekumpulan teman lama yang dikumpulkan kembali melalui aktifitas ngobrol-ngobrol ringan di Rumah Banjarasari. Dari obrolan itu, Gepeng, Gembur, dan Fitri membentuk kelompok dengan berbagai aktifitas diantaranya belajar mencukil bareng serta memberikan workshop cukil di sekolah-sekolah. Dalam Teras Publik ini, mereka seperti kembali ke “titik awal” perjalanan. Kembali ngobrol guyon di Rumah Banjarsari. Mereka akan berbagi cerita disertai nyukil bersama.

Retno Sayekti Lawu (lahir di Ngawi) dikenal sebagai pelaku seni teater; sebagai pemain, sutradara, kadang menangani produksi, juga menulis teks-teks untuk garapannya sendiri. Selain berteater, Lawu juga menaruh minat pada seni rupa sejak kanak-kanak. Waktu sekolah dasar, dia mulai tertarik dengan benang, saat mendapat pelajaran ketrampilan dengan materi sulam sederhana. Di rumah, dia juga belajar merajut dan membuat kristik dari ibunya, meski tidak pernah ada proyek rajut dan kristik yang selesai. Sudah bertahun-tahun Lawu mengumpulkan benang, dan berlatih merajut, menyulam, macramé, merangkai manik-manik dengan benang di antara waktu luang. Sejak tahun 2020, tahun pertama wabah corona, Lawu mulai intens bekerja dengan benang, belajar dari banyak tutorial di internet, dan menyulam adalah pilihannya. Berawal dari sulaman-sulaman sederhana, lalu diaplikasikan pada benda-benda pakai (pin/bros, masker, sapu tangan, dompet, tas) untuk dijual. Pada 2021 Lawu mulai menggambar dengan benang dan melatih (lagi) hobi menggambarnya; yang dulu dengan cat air atau pensil pada kertas, sekarang dengan benang pada kain.

Pasar Kenangan, merupakan program rutin di Rumah Banjarsari yang menyasar sisi perekonomian berupa bazar barang antik. lawasan dan klasik yang membawa kita pada kenangan-kenangan masa lalu. Sedangkan Musik SMKI Solo, adalah musik akustik dari murid-muris SMKI (SMKN 8) Surakarta.
(*)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

SOSMED MABUR.CO

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Latest Articles