22.4 C
Indonesia
Jumat, Juni 28, 2024
spot_img

Laku Asketisme Seorang Nassirun Purwokartun

Oleh: Wahjudi Djaja*

Ada dua unsur–menurut Kuntowijoyo–yang menentukan peneliti atau penulis sejarah saat memilih sebuah topik sehingga memiliki daya tahan menghadapi godaan. Keduanya adalah kedekatan intelektual dan emosional. Memiliki satu di antaranya akan menjadikan tulisannya unik, memiliki keduanya menjadikan tulisannya hidup sambung-menyambung.

Kedua unsur akan menjadi barometer seberapa dalam seorang penulis mampu menguasai dan menyajikan topik yang diangkat. Ini perlu diberi penekanan mengingat diskusi dan wacana sejarah semakin “rusak” setelah muncul fenomena artificial intelligence (AI). Mau menulis apapun “data” tersedia secara online. Konsekuensi logisnya, citra sejarawan atau penulis sejarah–yang dekat dengan dokumen lusuh, aus, kecoklatan di ruang arsip–menjadi tereliminasi. Orang tak perlu lagi melakukan pelacakan dan konfirmasi atas jejak, sumber, peninggalan sejarah di berbagai sudut desa kota karena tinggal berselancar di dunia maya sudah bisa dapat bahan.

Lahir dan besar di Banyumas, secara emosional memang harus mengerti dan menguasai hal ihwal tentang Banyumas. Ini tak bisa ditawar oleh penulis dan itulah manfaat kedekatan emosional. Sedang kedekatan intelektual bisa dipelajari dari Ilmu Sejarah, baik formal maupun nonformal. Keduanya dengan tekun dicari dan dikumpulkan oleh Nassirun sehingga dia menjadi rujukan jika bicara Banyumas.

Menggenggam Bara Peradaban

Nassirun Purwokartun. Bagi pegiat buku dan kepenulisan tentu bukan nama asing. Unik, melihat cara dia ber-medsos. Tapi ada yang lebih spesifik darinya. Mendengar ceritanya harus bawa truk untuk angkut koleksi buku saat memutuskan pulang ke Banyumas dari perantauan intelektualnya di Solo sudah cukup membuat keder saya. Belum lagi daya tahannya dalam memegang cita-cita untuk melahirkan karya sungguh mengagumkan. Digempur dengan berbagai peristiwa, dari yang rasional sampai ghaib, tak menjadikannya surut. Kadang saya mbatin, siapa yang bersemayam dalam dirinya sehingga sekali punya kemauan tak boleh dihentikan sampai semuanya kesampaian dan terwujud.

Untuk ukuran seorang penulis, bisa jadi dedikasi Nasssirun tak terduakan dalam mengangkat narasi sejarah lokal. Buku serial Arya Penangsang (Tembang Rindu Dendam, Kidung Takhta Asmara, Tarian Rembulan Luka, Lukisan Sembilan Cahaya, Sabda Kasih Sayang, Jadikan Dirimu Cinta), selesai disambung dengan serial Babad Banyumas seperti Babad Banyumas Mertadiredjan, Babad Banyumas Wirjaatmadjan, Babad Pasirluhur, Babad Gumelem, Babad Banjar Gripit dan Babad Wirasaba. Kini, sudah bersiap dengan Babad Kedungkebo.

Lebih dari sekedar menerjemahkan atau menulis sebuah kisah–untuk tema historiografi tradisional kayaknya belum banyak penulis yang bisa menyamai rekornya–Nassirun mengawali proses kreatifnya dengan laku. Bak dewa persilatan, dia malang melintang ke berbagai penjuru Nusantara “hanya” untuk menemui keluarga, trah atau jejak sejarah tokoh yang ditulis. Dan dalam banyak cerita, dia menemukan second opinion terkait sebuah klaim atau label yang melekat pada diri tokoh yang ditulis. Inilah yang memberinya determinasi dibanding penulis lain.

Pengembangan oral history

Pelacakan sejarah, selain berbasis sumber dan dokumen, bisa dilakukan dengan mengeksplorasi oral history. Cukup mencengangkan saat dia bercerita sampai ke Palembang untuk membuktikan kebenaran label negatif yang dilekatkan pada diri Penangsang, misalnya. Oral history berbeda dari oral tradition karena yang kedua masih pekat dengan cakrawala mitologis, folklore dan kabar burung via tutur atau lisan. Yang dilakukan Nassirun adalah pendalaman sejarah lisan, melacak informasi sejarah yang tersimpan dalam memori kolektif anggota masyarakat, yang kadang mereka sembunyi karena narasi besar sedang tidak berpihak.

Tanpa ketekunan, kemauan hanyalah bara dalam sekam. Tapi Nassirun, membawa lari bara itu menyusuri gulita pematang sejarah, menerangi pojok-pojok rumah dimana di dalamnya ada jejak masa silam. Dalam kondisi normal, bisa jadi langkahnya mudah ditiru. Tetapi dalam banyak peristiwa–semoga tak terulang lagi–dia dalam kondisi sakit. Dia abaikan rasa sakit, juga kecintaannya pada keluarga, demi sebuah cita-cita: menulis sejarah. Sering dia justru sembuh dan sehat karenanya, kadang kita yang melihatnya dari kejauhan hanya bisa bergumam, “Gila benar, dia! Bagaimana dia bisa mengumpulkan energi untuk kerja peradaban yang tak setiap sejarawan mau dan mampu melakukan?” Selebihnya, hanya doa yang bisa saya kirim agar laku langkahnya berkah berpahala.

Asketisme Penulis Sejarah

Maha Guru Sejarah UGM, Sartono Kartodirdjo, sering menyampaikan pesan melalui ceramah atau tulisan agar sejarawan–termasuk kalangan profesional–memegang teguh asketisme. Sebelum memulai kerja besar apalagi berdurasi peradaban, sebaiknya seorang profesional melakukan latihan olah jiwa untuk menahan diri dari hawa nafsu jasmaniah. KBBI menyebut asketisme dengan paham yang mempraktikkan kesederhanaan, kejujuran, dan kerelaan berkorban.

Sartono yang lahir di Wonogiri tentu amat paham dengan ajaran dan pesan KGPAA Mangkunegara IV dalam Serat Wedhatama. Pada pupuh Sinom, Sang Raja meminta para pemuda agar meneladani Wong Agung Ngeksigondo (https://jbbudaya.jogjabelajar.org/)
Nuladha laku utama
Tumraping wong tanah Jawi
Wong agung ing Ngeksiganda
Panembahan Senapati
Kapati amarsudi
Sudaning hawa lan nepsu
Pinesu tapa brata
Tanapi ing siyang ratri
Amamangun karyenak tyasing sasama

Demi bisa membahagiakan sesama (tyasing sasama), ada seperangkat laku yang disarankan untuk manusia di Tanah Jawa. Tekun mengolah dan mengasah batin dan jiwa (kapati amarsudi), mengurangi dan mengendalikan hawa nafsu (sudaning hawa lan nepsu), tatag tanggon tangguh menjalani samadi dan bertapa (pinesu tapa brata), rajin menjalani laku sepanjang hari (tanapi ing siang ratri). Bukan hanya bagi kawula muda (sinom), sejatinya itu juga laku utama para calon pemimpin. Untuk bisa membahagiakan rakyat, landasi pengabdian dengan laku utama, laku prihatin, ngenger mengabdi dalam kehidupan rakyat agar nuraninya jernih dan terasah. Inilah kenapa kita bisa memahami kebencian Nassirun sampai ubun-ubun jika melihat penyimpangan laku para pemimpin.

Bersama Anies Baswedan di rumahnya

Bisa jadi Nassirun tak secara sadar memerankan asketisme sebagaimana dipesankan leluhur. Tapi pasti, dia hafal betul apa pesan peradaban para leluhur Banyumas. Pingin rasanya singgah di Balai Budaya yang dia bangun penuh kesabaran dan ketekunan tempat dia menyalakan bara budaya dan peradaban. Beribu buku, benda antik dan unik serta sisi-sisi pribadi manusia Jawa dia simpan dan rawat. Bila Anies Baswedan sampai datang ke rumahnya, tentu lebih dari cukup sebagai indikator perannya di dunia perbukuan, kebudayaan dan peradaban.

Secara pribadi saya baru dua tiga kali bertemu dengan Nassirun. Entah di sela-sela Borobudur Writers and Cultural Festival atau acara Persatuan Penulis Indonesia (Satupena). Pernah, dia datang saat saya sedang mendampingi pengembangan desa wisata budaya Rajek Wetan (Dewi Rawe) menjelang BWCF pada 21 Nopember 2019. Kami ngobrol dalam banyak tema sampai merancang sebuah agenda budaya di Banyumas yang sampai sekarang belum juga bisa terealisasi. Pernah, pada 2015 aku diminta mengisi salah satu rubrik di Majalah Embun yang dia inisiasi. Senang dan bahagia rasanya.

Berkunjung di Dewi Rawe

Apapun, sebuah kehormatan bagi saya–orang sejarah–bisa berteman dan belajar dari tokoh sekaliger Nassirun Purwokartun. Karya yang dia susun tidak saja menjadi jejak penting peradaban tetapi juga menerangi sisi gelap sejarah. Dalam konsteks itu, Nassirun berhak atas penghormatan dan penghargaan, hal yang saya tahu pasti amat tidak dia harapkan.

Selamat ulang tahun Mas Nas, tetaplah sehat dan semangat memberi hidup dan kebudayaan dengan manfaat. Semoga berkah sepanjang langkah, aamiin

Ksatrian Sendaren, 19 Juni 2024
*Budayawan Sleman, Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagama)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

SOSMED MABUR.CO

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Latest Articles