22.4 C
Indonesia
Jumat, Juni 28, 2024
spot_img

Prof Herman Johannes, Akademisi di Garis Depan Revolusi Kemerdekaan

Oleh: Wahjudi Djaja*

Entah berapa orang yang ingat saat melintasi jalan Rahayu-Samirono sejak simpang empat Galeria sampai simpang empat Sagan. Ada nama besar tertera di situ. Dia tokoh kunci yang menopang daya gempur prajurit dan laskar di garis depan dalam mempertahankan Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta.

Herman Johannes, lahir pada 28 Mei 1913 di Rote Nusa Tenggara Timur, bisa jadi tak pernah mengira bahwa sejarah hidupnya akan ikut menentukan eksistensi negara yang amat dia cintai. Digembleng pendidikan agama sejak dini, Johannes tumbuh menjadi anak dengan berbagai kelebihan. Lihai bahasa Belanda, karena dididik DA Johannes ayahnya, membuka gerbang kehidupannya. Masuk ELS tahun 1922, sedang saudara lainnya di HIS. Ayahnya memang seorang pendidik. Aneh, sempat ditawari beasiswa Belanda di OSVIA Makassar tetapi ditolaknya. Johannes kemudian masuk MULO di kota yang sama dan lulus 1931. Dia kemudian ke Jakarta masuk AMS Salemba dan menjadi lulusan terbaik pada 1934 hingga mudah masuk Technische Hoogeschool di Bandung dan selesai tahun 1939. Jika ada tokoh pergerakan nasional dari Timor, Johannes sosoknya. Pada 1924 dia mendirikan Perkumpulan Kebangsaan Timor dengan fokus memajukan pendidikan. Bersama Ir Rooseno, Ir Suwandi, Ir Gunarso, Ir Sakirman dan Ir Abdul Kadir, Johanes menjadi guru di Cursus tot Opleiding van Middlebare Bouwkundigen (COMB) tahun 1940. Zaman Jepang Johannes menjadi dosen di Ika Daigaku mengampu mata kuliah fisika.

Saat Jepang kalah perang dan Indonesia merdeka Johannes ambil bagian bersama para pemuda. Jika ada anak muda yang lihai memasang bendera di sudut-sudut kota yang tinggi dan sulit dijangkau, Johannes tokohnya. Jakarta membara karena NICA melakukan provokasi. Awal Januari 1946 ibukota pindah ke Yogyakarta. Johannes dipanggil Markas Tentara Tertinggi (MTT) TKR untuk memimpin Laboratorium Persenjataan. Surat perintah ditanda tangani Kapten Surjosumarno atas nama Panglima TKR. Saat Sekolah Teknik Tinggi Bandung buka di Yogyakarta pada Oktober 1946, Johannes ikut ujian dan lulus bersama lima temannya. STT kemudian menjadi cikal bakal Fakultas Teknik UGM sehingga Johannes dkk dianggap lulusan UGM yang pertama memperoleh gelar Insinyur.

Masa revolusi kemerdekaan 1946-1949 dilaluinya dengan mengelola laboratorium senjata di Kota Baru (SMAN III) dan bergerilya. Seperti halnya Prof Sardjito yang menyiapkan beragam jenis obat-obatan, Johannes mempersiapkan beragam persenjataan dan bahan peledak. Pabriknya di Mujamuji, Demakijo dan Medari. Saat dilangsungkan Konferensi Besar TKR pada 12 Nopember 1945 untuk memilih Panglima TKR, Johannes dipercaya memimpin Laboratorium Persenjataan TKR sampai Nopember 1946. Pada 1947 Johannes menjadi Ketua Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil (GRISK).

Saat Belanda melancarkan Clash I pada 21 Juli 1947, persenjataan bikinannya menjadi amunisi andalan TKR. Beragam jenis granat produksi laboratoriun senjata dibawa ke front pertempuran. Dalam kondisi perang, Johannes sempat menyampaikan pidato radio yang tegas dan visioner pada 21 Desember 1947 dalam bahasa Rote, yang artinya:
Merdeka!
Saya Ir Johannes, berbicara dengan saudara-saudara dari Yogya, Ibukota Republik Indonesia. Kami orang-orang Sunda Kecil yang berada di daerah Republik telah mendirikan suatu gerakan bernama Gerakan Rakyat Indonesia Sunda Kecil. Gerakan ini telah berdiri setahun lebih. Kami dalam gerakan ini menghendaki daerah Sunda Kecil masuk ke dalam Republik agar kita seluruh bangsa Indonesia memerintah diri sendiri dalam suatu negara Kesatuan Republik Indonesia Raya.

Pergerakan pasukan Belanda menjelang Clash II terbaca oleh TKR. Johannes dipanggil Komandan Resimen 22 Letkol Soeharto untuk memasang bom di jembatan gantung dan jembatan kereta api di wilayah Sentolo yang melintang di atas Kali Progo. Saat Agresi Militer II benar-benar berlangsung, Johannes dipanggil Direktur Akademi Militer Kolonel Djatikusumo agar bergabung. Gerilya dan pengalaman wilayah timur pun dilakukan antara lain dengan mengebom jembatan Kali Opak Prambanan dan Kalasan. Saat TKR menggelar Serangan Umum 1 Maret 1949, Johannes juga memiliki andil dalam mendukung perjuangan di garis depan.

Begitulah peran dan tanggung jawab kesejarahan Herman Johannes. Selepas pengakuan kedaulatan, Johannes kembali ke kampus. Pada 1951-1956 menjadi Ketua Fakultas Teknik, 1955 merangkap Ketua Fakultas Ilmu Pasti dan Alam, serta menjadi Rektor Universitas Gadjah Mada (1961–1966). Tokoh berdedikasi dan berdaya juang ini wafat pada 17 Oktober 1992. Herman Johannes dianugerahi Bintang Gerilya pada 1958 dan mendapat anugerah gelar Pahlawan Nasional dari Presiden Yudhoyono saat peringatan Hari Pahlawan 2009.
(Dari berbagai sumber)

Ksatrian Sendaren, 28 Mei 2024
*Ketua Umum Keluarga Alumni Sejarah Universitas Gadjah Mada (Kasagama)

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

SOSMED MABUR.CO

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Latest Articles