29.4 C
Indonesia
Minggu, Mei 12, 2024
spot_img

Lempeng Prasasti Cebongan (Bag 2)

Oleh: Ancah Yosi Cahyono*

Riwayat Penelitian dan Isi Prasasti

Pertama kali melihat publikasi mengenai prasasti ini dari tulisan Kayoto Hardani yang dimuat dalam Berkala Arkeologi 29, hal 27-45. Dalam tulisannya ia berhasil membuat alih aksara dan bahasa prasasti berdasarkan foto dalam OD 2194.

Selain membuat alih aksara dan bahasa ia juga mencoba menguraikan isi prasasti, dimana ia berpendapat jika prasasti ini memiliki latar belakang Hindu. Isinya menyangkut mantra beserta mahkluk setengah dewa yang bernama Bhagawatimah Cidya Dewi yang tertera pada baris 17.

Nama Cidya Dewi sendiri tidak dikenal sebelumnya dalam dewa-dewi Hindu, maka ia berpendapat jika sosok ini adalah dewi Lokal yang menjadi obyek pemujaan terhadap kesuburan.

Meskipun argumentasinya cukup meyakinkan, namun karena ia juga mencantumkan alih aksara, saya melihat ada kejanggalan terhadap isi prasasti tsb yang dikaitan dengan latar Hindu (Waisnawa-Pasupata). Hal ini dikarenakan adanya kata “Tadyata” di awal prasasti dimana kata itu merupakan kata yang umumnya di gunakan sebagai pembukaan dalam Dharani Buddhism. Namun karena keterbatasan pengetahuan kata Sanskerta dan Jawa Kuna kami tidak berani berpendapat lebih.

Dengan sabar mulai memeriksa lebih jauh mengenai prasasti riwayat prasasti kami akhirmya menemukan beberapa tulisan lain yang rupa-rupanya pernah membahas prasasti itu sebelum Kayoto Hardani.

Di urutan pertama ada Stutterheim pernah membuat trasnkripnya pada tahun 1925 yang dimuat dalam Majalah Djawa V. Tidak berbeda dengan Hardani, ia juga berpendapat jika prasasti ini memiliki latar Hindu, namun bila Hardani cenderung melihat dari sisi isi prasasti, Stutterheim terpengaruh dengan konteks lingkungan yang mana Cebongan pernah ditemukan Candi Hindu beserta arca-arcanya.

Selain itu pada baris 17 ia tidak membaca Bhagawatimah Cidya Dewi seperti Hardani, namun Bhagawati Mahawidya Dewi. Dari kata tersebut ia kemudian mengidentikkan sosok itu sebagai Durga.

Kemudian terdapat tulisan dari Lokesh Chandra 1977, dimana ia banyak menentang pendapat Stutterhiem, mulai dari hasil bacaan maupun intepretasi, sarjana inilah kemudian yang pertama kali menyadari jika Prasasti ini bernafaskan Buddhisme dan memuat sebuah Dharani.

Chandra berpendapat jika Dharani ini ditujukan kepada Dewi Hariti yang merupakan pelindung bagi ritus kemakmuran, kesuburan dan kematian janin ataupun bayi. Pada bait ke 17 ia memiliki bacaan yang sama dengan Stutterheim yaitu Bhagavati Mahavidyadevi (Dewi Pengetahuan Esoteris Tertinggi). Walau seolah sudah pada rel yang mungkin benar, Lokesh Chandra dalam tulisannya lebih berfokus pada gambar dan isi prasasti, ia belum menemukan Dharani apa yang disebut atau digunakan dalam Prasasti Cebongan.

Seolah menjadi penyempurna teori Lokes Chandra, tiga peneliti (Griffith, Klokke, Cruijsen) menulis dalam satu artikel pada tahun 2013. Selain memiliki bacaan yang sama dengan Chandra ataupun Stuterheim di baris 17 sebagai Bhagavati Mahavidyadevi. Mereka juga mengidentifikasi Dharani dalam prasasti Cebongan yang merupakan pengembangan dari Mahapratisara Mahavidyadharani.

Dharani tersebut bertujuan sebagai “Jimat” yang memiliki kualitas sebagai untuk perlindungan dari segala hal buruk seperti penyakit, pengaruh roh jahat, membantu karena karma buruk atau dapat juga sebagai pengabul segala keinginan duniawi seperti kemakmuran, kelahiran kembali di alam yang baik ataupun memperoleh seorang putra.

Seperti prasasti-prasasti yang berisi Mantra, prasasti ini tidak memuat angka tahun, sehingga penanggalan ditentukan bentuk aksara (paleografi) yang diperkirakan berasal dari kisaran abad IX-X masehi.

Sedangkan untuk penjelasan bagaimana prasasti bersifat Buddhis berada di lingkungan Hindu, seperti dinyatakan dalam tulisan sebelumnya, prasasti ini berbentuk lempeng, lagi pula, keluarga Dom tidak menyebutkan darimana mereka menemukan prasasti tsb, sehingga tidak menutup kemungkinan jika prasasti ini diperoleh dari luar dusun Cebongan.

Perjalanan Prasasti Cebongan belum berakhir, kita masih akan melanjutkan mengenai sosok siapa yang tergambar dalam prasasti tsb di lapak selanjutnya.

*Praktisi percandian, anggota Komunitas Kandang Kebo

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

SOSMED MABUR.CO

0FansSuka
0PengikutMengikuti
0PengikutMengikuti
- Advertisement -spot_img

Latest Articles